Minggu, 26 Oktober 2008

Hotel Melati, Ajang Mesum

Menapaki Hotel-Hotel Melati Di Batam
SEPERTI kata pepatah, seribu jalan menuju roma. Demikian halnya dengan hotel-hotel melati di Batam yang menawarkan beragam kemudahan untuk check-in dengan harga yang super murah.
ARMAN, Batam=========================
Suatu sore, Batam Pos mencoba menyusuri beberapa hotel kelas melati yang tersebar di seputar Nagoya dan sekitarnya. Sekedar untuk mencari tahu, seperti apa cara mereka menerima calon tamu. Apakah prosedur-prosedur yang lazim, seperti minta tanda pengenal (KTP dan sejenisnya), masih dilakukan atau tidak. Termasuk menyeleksi calon tamu yang statusnya masih ABG, apalagi yang datang bersama pasangan. Ataukah mereka hanya fokus mengejar pundi-pundi dari hasil sewa kamar?.

Dari beberapa hotel melati di Kota Batam umumnya memanfaatkan bangunan Ruko dengan kapasitas tiga hingga enam lantai. Namun tidak semua lantai dari ruko tersebut digunakan untuk fasilitas hotel. Biasanya kamar hotel hanya memakan dua atau tiga lantai saja. Sedangkan sisa lantai lainnya difungsikan sebagai tempat hiburan, seperti karaoke dan KTV, tempat billiard atau bisnis penunjang lainnya. Bahkan ada salah satu hotel yang meja receptionist nya berada di lantai dua bangunan ruko, karena lantai satu nya digunakan untuk toko atau warung makan.

Setelah blusukan sekira lima hotel melati, ternyata secara umum petugas penerima tamu (receptionist) tidak meminta calon tamunya menunjukkan KTP atau tanda pengenal lainnya. Yang penting begitu check in tamu melunasi admisistrasi saat petugas hotel menyerahkan kunci kamar di meja resepsionis. Kalaupun ada yang memninta kartu pengenal, itu hanya sebatas sebagai jaminan saja. Sehingga tamu dijamin tidak akan kabur sebelum melunasi biaya sewa kamar.

"Kalau masih SMP bisa pakai kartu pelajar. Untuk jaminan saja," ujar AD, salah satu petugas sebuah hotel melati di bilangan Nagoya Business Centre.

Bicara soal tarif, hotel melati memiliki harga yang cukup variatif. Mulai dari harga Rp80 ribu hingga Rp300 ribu full day. Yang agak unik, tarif di hotel melati berbeda antara weekday dengan weekend. Munkgin sudah lumrah, jika pada akhir pekan semua hotel ramai tamu sehingga tarifnya pun ikut mahal. Namun jangan heran, jika di kamar hanya tersedia kipas angin (fan) atau AC yang tak seberapa dingin. Tapi tak semua hotel melati seperti itu, sebab ada beberapa yang menawarkan kamar eksekutiv dan deluxe yang fasilitasnya dibuat semirip mungkin dengan hotel berbintang.

Sudah menawarkan tarif murah, hotel melati juga masih memiliki 'menu' lain bagi yang mau lebih irit kantong. Caranya, satu kamar dipakai ramai-ramai. Seperti yang ditawarkan hotel LB, satu kamar standard dengan satu bed, bisa digunakan untuk empat hingga lima orang. Tarif aslinya Rp160 ribu. Namun jika dipakai untuk banyak orang, tamu cukup nambah Rp20 ribu saja. "Tapi jangan ramai kali, tak enak sama bos," kata si resepsionis hotel tadi.

Yang lebih menarik lagi, menginap di hotel melati bisa memilih menu short time. Artinya, tamu bisa menginap atau menyewa kamar dalam hitungan jam. Tentunya dengan harga yang sangat murah. Hotel MG misalnya, menawarkan harga Rp60 ribu untuk 1-3 jam menginap. Sementara hotel lain menawarkan harga Rp75 ribu untuk menginap maksimal lima jam. Menurut para petugas hotel, menu short time ini biasanya dipilih oleh para tamu yang memiliki 'keperluan' mendadak. "Mungkin karena terburu-buru, jadi tak bisa stay lama," kata resepsionis.

Jika dikaitkan dengan kasus pesta seks oleh pasangan remaja di sebuah hotel melati beberapa waktu lalu, rasanya sangat masuk akal. Sebab akses menuju 'roma' di hotel-hotel melati ini cukup gampang. Dan rasanya juga tak berlebihan, jika Dinas Pariwisata Batam menuding hotel-hotyel melati tersebut ikut berperan dalam menyuburkan prostitusi, tidak saja bagi kalangan dewasa, tapi juga untuk kalangan remaja bahkan yang masih di bawah umur.

Pertanyaannya adalah, dimana peran pemerintah itu sendiri dalam melakukan pengawasan terhadap para pelaku usaha perhotelan, khususnya hotel-hotel melati, di Kota Batam ?. Bisa saja, bagi para pengusaha tudingan tersebut terasa sangat tidak adil, sebab mereka harus membayar pajak setiap tahunnya, untuk pemerintah.

Senin, 20 Oktober 2008

Mengais Berkah Ramadan

Mencari Berkah Ramadan
Ingin Mudik Rela Jadi Joki Timbangan

Menghabiskan saat-saat lebaran bersama keluarga dan kerabat tentu menjadi dambaan setiap orang (muslim), khususnya yang ada di perantauan. Demikian juga dengan Bella (9), karena keinginan tesebut dirinya rela mengais rejeki dengan melakoni usaha yang bisa dibilang tidak ringan bagi bocah ini, joki timbangan.
Arman================
Cuaca di kawasan Kawi Jaya Nagoya cukup panas siang hari itu. Meski demikian kesibukan warga sangat terasa di sana. Diantara lalu-lalang warga tampak sosok bocah perempuan mungil yang selalu menghampiri setiap orang yang lewat secara bergantian. Dilihat dari cara bicaranya, nampaknya dia sedang menawarkan sesuatu.
Karena penasaran koran ini pun mecoba mendekatinya. Dan benar, ternyata bocah perempuan ini sedang menawarkan jasa timbangan kepada setiap orang yang dijumpainya. Tangan kirinya yang mungil menenteng sebuah timbangan tua dengan merek IEKA tersebut. Dari keterangan yang tertera, timbangan lantai tersebut memiliki kapasistas maksimal hingga 130 kilogram. Sementara tagan kanannya tampak menggenggam erat beberapa lembar uang ribuan. Mengenakan jilbab putih, meski warnanya telah memudar, bocah ini bergerak lincah di antara kesibukan warga metropolis ini.
Ketika disapa, bocah ini pun langsung menghentikan aksi 'merayunya'. Kepada koran ini ia memperkenalkan diri dengan nama Bella, warga Tanjung Uma yang kini baru genap berusia sembilan tahun. Bella mengaku terpaksa menjalani 'bisnisnya' sebagai joki timbangan karena ingin membantu kedua orangtuanya supaya mereka sekeluarga bisa mudik lebaran tahun ini. "Tahun lalu kami tak pulang kampung," keluh siswi kelas empat MI Al-Muttaqin ini.
Bella mengatakan, saat ini ibunya bekerja sebagai tukang bakso dengan pengasilan yang pas-pasan. Sedangkan ayahnya sehari-hari menjadi pemulung dengan pendapatan yang tidak pasti. Tentu saja, dengan kondisi yang sulit sekarang ini, penghasilan kedua orangtua nya belum bisa dibilang cukup untuk menghidupi Bella dan ketiga saudaranya (Bella anak kedua dari empat bersaudara). Apalagi untuk biaya mudik ke Guntung Tanjung Batu, yang tentunya membutuhkan biaya yang tidak kecil.
Sebenarnya, dengan menggunakan timbangan yang sama, tahun-tahun lalu 'profesi' joki timbangan ini pernah dijalankan oleh ayahnya. Namun karena merasa sudah mulai besar, Bella ingin membantu ayahnya dengan mengambil alih profesi ini. Profesi ini sengaja dijalankan setiap bulan puasa karena mengharap berkah bulan Ramadan.
Meski kelihatan sepele, namun menjadi joki timbangan dirasa cukup berat bagi Bella. Dari sekian banyak orang yang ditawari jasanya, hampir 70 persen menolak menggunakan timbangannya meski Bella tidak mematok tarif untuk jasa timbangannya. "Terserah mereka (konsumen) mau kasih berapa," tutur Bella. Rata-rata konsumen memberi uang imbalan sebesar Rp1000 untuk sekali timbang. Namun hingga tengah hari, Bella belum bisak mengumpulkan banyak uang. "Baru dapat sedikit," kata gadis cilik ini sambil menundukkan wajahnya.
Setelah hampir setengah jam ngobrol, wajah joki musiman ini mulai menampakkan tanda-tanda keletihan. Ketika ditawari makan dan minum, Bella malah menggelengkan kepalanya. "Saya lagi puasa," ujarnya dengan nada lemah.
Sungguh mulia tekad Bella, demi keinginan mudik keluarganya dirinya rela menyusuri lorong-lorong rejeki di bawah panasnya terik matahari. Apalagi Bella dalam kondisi sedang b\menjalankan ibadah puasa. Lebih dari itu, Bella ternyata masih menyimpan asa yang tak kalah mulianya di hari lebaran nanti. "Saya ingin beli baju lebaran untuk adikku," ujar Bella lirih. (cr1)